لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ
Yang diterjemahkan "Tidak ada paksaan dalam
agama"
Cara menterjemahkan ayat di atas semacam itu adalah
salah karena tidak sesuai dengan asbabul nuzul (sebab-sebab turunya) ayat
tersebut, seharusnya ayat di atas diterjemahkan "Tidak ada paksaan
untuk (memasuki) agama (Islam)"
Syaikh
Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menegaskan :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَوْلُهُ: { لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّيْنِ } قَالَ:
نُزِلَتْ فِي رَجُلٍ مِنَ اْلأَنْصَارِ مِنْ بَنِيْ سَالِمِ بْنِ عَوْفٍ يُقَالُ لَهُ:
اَلْحُصَيْنِيْ كَانَ لَهُ ابْنَانِ نَصْرَانِيَّانِ، وَكَانَ هُوَ رَجُلًا مُسْلِمًا
فَقَالَ لِلنَّبٍيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَلَا أَسْتَكْرَهَهُمَا فَإِنَّهُمَا
قَدْ أَبَيَا إِلَّا النَّصْرَانِيَّةُ؟ فَأَنْزَلَ اللهُ فَيْهَ ذَلِكَ.
Dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan
fitman-Nya : (Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam), ia berkata :
Ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang lelaki Anshar dari kalangan Bani
Salim ibnu Auf yang dikenal dengan panggilan Al-Hushaini. Dia mempunyai dua
orang anak lelaki yang memeluk agama Nasrani, sedangkan dia sendiri adalah
seorang muslim. Maka ia bertanya kepada Nabi saw : Bolehkan aku memaksa
keduanya (untuk masuk Islam)? Karena sesungguhnya keduanya telah membangkang
dan tidak mau kecuali hanya agama Nasrani. Maka Allah menurunkan ayat ini
berkenaan dengan peristiwa tersebut. (Kitab Tafsirul
Qur’anil ‘Azhim, Juz I, halaman 299)
Ayat ini bisa kita hubungkan dengan firman
Allah yang lain, yaitu :
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِي السِّلْمِ كَآفَّةً
Hai orang-orang yang beriman, masuklah
kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya. (Q.S. 2 Al Baqarah 208)
Dari
dua ayat ini bisa kita ambil pelajaran bahwa meskipun dalam memasuki agama
Islam tidak ada paksaan, tapi kalau sudah masuk harus mengikuti aturan dan
melaksanakan seluruh aturan dalam agama Islam.
Sebagai
ilustrasi, kalau kita lapar dan ingin makan maka kita bebas memilih rumah makan
tanpa ada yang memaksanya, tapi bila kita sudah masuk rumah makan tertentu maka
kita harus mengikuti aturannya, seperti kita masuk McDonald, KFC atau sejenisnya, maka kita baru
bisa makan bila kita bayar terlebih dahulu, beda bila kita masuk warung (kedai)
makanan yang ada dipinggir jalan, maka kita makan dulu baru bayarnya setelah
makan. Itulah aturan yang harus kita taati dan kita laksanakan.
Sebagai
kesimpulan, janganlah kita memaksa seseorang untuk masuk agama Islam, karena
sesungguhnya agama Islam itu sudah jelas, terang dan gamblang dalil-dalil dan
bukti-buktinya. Untuk itu, tidak perlu memaksakan seseorang agar memeluknya.
Tapi Allah-lah yang memberinya hidayah untuk masuk Islam, melapangkan dadanya,
dan menerangi hatinya hingga ia masuk Islam dengan suka rela dan penuh
kesadaran. Barang siapa yang hatinya dikunci mati oleh Allah, sesungguhnya
tidak ada gunanya bila kita mendesaknya untuk masuk Islam secara paksa. Cuma
kalau sudah masuk Islam maka harus masuk secara keseluruhan, dan mengikuti
serta melaksanakan seluruh aturan yang ada dalam agama Islam.
Cuma
hidayah itu tidak bisa kita tunggu dengan duduk-duduk begitu saja, tapi harus
kita dekati, kita cari dam kita mohon kepada Allah.
Sebagai
mana Sayyidina Umar masuk Islam, salah satu penyebab mendapat hidayah dari
Allah karena doa Nabi saw, sebagai mana tercantum dalam hadits :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ اَللهم أَعِزَّ الإِسْلاَمَ بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ
إِلَيْكَ بِأَبِى جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ. قَالَ وَكَانَ أَحَبَّهُمَا إِلَيْهِ عُمَرُ.
Dari
Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw pernah berdoa : Ya Allah, muliakanlah Islam
dengan salah satu diantara kedua orang yang paling Engkau cintai, Abu Jahal
atau Umar bin Khaththab. Ibnu Umar berkata : Dan ternyata yang lebih Allah
cintai di antara keduanya adalah Umar bin Khaththab. (H. R. Tirmidzi no. 4045,
Ahmad 5859)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar