Dalam masyarakat dijumpai ada dua jenis praktek adopsi, yaitu
adopsi mutlak dan tidak mutlak. Adopsi mutlak adalah mengangkat sepenuhnya anak
orang lain menjadi anak kandung dengan berbagai implikasi hukumnya. Dalam hal
ini, anak dibenarkan mempunyai hak dan kewajiban persis sebagaimana anak
kandung.
Sementara itu adopsi tidak mutlak adalah mengangkat seseorang sebagai anak, namun dia tetap dianggap sebagai anak kandung orang tuanya sendiri sehingga secara hukum tidak sepenuhnya mempunya hak dan kewajiban sebagai anak kandung.
Rasulullah sendiri juga pernah memiliki anak angkat, yaitu
Zaid bin Haritsah, yang kemudian dinisbatkan dengan Zaid bin Muhammad. Kemudian
turun ayat Al-Ahzab ayat 37 yang menegaskan anak hasil adopsi tidak boleh
disamakan dengan anak kandung. Ayat tersebut juga memerintahkan Rasululah
menikahi Zainab bin Jahsyi, mantan istri anak angkatnya.
Dalam Al-Qur'an disebutkan :
فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِّنْهَا وَطَرًا
زَوَّجْنَاكَهَا لِكَيْ لاَ يَكُوْنَ عَلٰى الْمُؤْمِنِيْنَ حَرَجٌ فِي أَزْوَاجِ
أَدْعِيَائِهِمْ إِذَا قَضَوْا مِنْهُنَّ وَطَرًا وَكَانَ أَمْرُ اللهِ مَفْعُوْلاً
Maka tatkala Zaid telah mengakhiri
keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia
supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri
anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan
keperluannya dari pada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.
(Q.S. 33 Al Ahzab 37)
Ketika itu, seorang ayah angkat menikahi mantan istri anak
angkatnya adalah sesuatu yang secara sosial merupakan sebuah aib yang sangat
besar sehingga pernikahan tersebut melahirkan gunjingan hebat dikalangan
masyarakat, bahkan hingga kini, peristiwa ini kerap dijadikan kritikan atas
Rasululah oleh para pengingkarnya.
Inilah bagian dari resiko seorang rasul yang bertugas menyampaikan kebenaran. Kadang beliau harus melakukan sesuatu yang mungkin beliau sendiri tidak menghendakinya demi menunjukkan sebuah tradisi, dalam hal ini adalah praktek adopsi mutlak, itu bertentangan dengan ajaran Islam.
Islam hanya mengizinkan adopsi secara tidak mutlak.
Pengangkatan anak ini tidak bisa menjadikan anak tersebut sederajat dengan anak
sendiri (kandung) di dalam nasab, hak waris maupun mahram.
Dalam
Al-Qur'an disebutkan :
اُدْعُوْهُمْ لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ
عِنْدَ اللهِ
Panggillah mereka (anak-anak angkat itu)
dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil pada sisi
Allah. (Q.S. 33 Al Ahzab 5)
Dalam
hadits disebutkan :
عَنْ سَعْدٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيْهِ وَهُوَ يَعْلَمُ أَنَّهُ
غَيْرُ أَبِيْهِ فَالْجَنَّةُ عَلَيْهِ حَرَامٌ
Dari Sa'di ra ia berkata, aku mendengar Nabi saw
bersabda : Barang siapa yang mengaku nasab selain pada ayah kandungnya sendiri,
padahal ia mengetahui bahwa ia bukan ayahnya, maka baginya haram masuk surga. (H. R. Bukhari no. 6766, Muslim no. 229)
عَنْ أَبِى ذَرٍّ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ لَيْسَ مِنْ
رَجُلٍ ادَّعَى لِغَيْرِ أَبِيْهِ وَهُوَ يَعْلَمُهُ إِلاَّ كَفَرَ وَمَنِ ادَّعَى
مَا لَيْسَ لَهُ فَلَيْسَ مِنَّا وَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ وَمَنْ
دَعَا رَجُلاً بِالْكُفْرِ أَوْ قَالَ عَدُوَّ اللهِ وَلَيْسَ كَذَلِكَ إِلاَّ
حَارَ عَلَيْهِ
Dari Abu Dzar bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda :
Tidaklah seorang laki-laki yang mengklaim orang lain sebagai bapaknya, padahal
ia telah mengetahuinya (bahwa dia bukan bapaknya), maka ia telah kafir. Barang
siapa mengaku sesuatu yang bukan miliknya maka ia bukan dari golongan kami, dan
hendaklah dia menempati tempat duduknya dari neraka. Dan barang siapa memanggil
seseorang dengan kekufuan, atau berkata : Wahai musuh Allah. padahal tidak
demikian, kecuali perkataan tersebut akan kembali kepadanya. (H. R. Muslim no.
226, Bukhari no. 3508)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar