I'tikaf artinya berdiam (berhenti) di dalam masjid dengan melaksanakan amalan-amalan tertentu
dengan niat karena Allah serta mendekatkan diri
kepada Allah swt
Pelaksanaan i'tikaf oleh Rasulullah saw dan para sahabat
selama 10 hari terakhir pada bulan Ramadhan itu erat kaitannya dengan Lailatul
Qadar. Dalam artian, Nabi dan para sahabat beri'tikaf atau bertekun ibadah
untuk berjaga-jaga ketika turun Lailatul Qadar, dalam hadits dijelaskan :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا زَوْجِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ اْلأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى
تَوَفَّاهُ اللهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ
أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Dari Aisyah rah istri Nabi saw, bahwa Nabi saw melakukan i’tikaf
pada hari kesepuluh terakhir dari bulan Ramadhan, sampai beliau wafat, kemudian
istri-istri beliau melakukan i’tikaf setelah beliau wafat. (H. R. Bukhari no.
2026, Muslim no. 2841)
A. Rukun i'tikaf :
1. Niat. Kalau mengerjakan i'tikaf yang dinadzarkan,
maka wajib berniat fardu agar berbeda dengan yang sunnah
Lafalz
niat i'tikaf :
نَوَيْتُ اْلإِعْتِكَافَ
فِى هٰذَ الْمَسْجِدِ سُنَّةً ِللهِ تَعَالٰى
NAWAITUL I'TIKAAFA FII HAADZAL MASJIDI SUNNATAN LILLAAHI TA'ALAA
Saya niat i'tikaf (berdiam diri) di dalam
masjid ini, sunnah karena Allah ta’ala
2. Berdiam (berhenti) di dalam masjid
sekurang-kurangnya sekedar yang dinamakan berhenti atau berdiam diri dalam
masjid dalam rentang waktu lebih dari lamanya thuma'ninah dalam sholat.
3. Orang yang beri'tikaf disyaratkan :
Beragama Islam, berakal (tidak gila), baligh, suci dari hadats besar, dan orang
yang beri’tikaf tidak disyaratkan puasa. Artinya orang yang tidak berpuasa
boleh melakukan i’tikaf (bukan i'tikaf bulan Ramadhan).
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَيْسَ عَلَى
الْمُعْتَكِفِ صِيَامٌ إِلاَّ أَنْ يَجْعَلَهُ عَلَى نَفْسِهِ
Dari Ibnu Abbas, bahwasanya Nabi saw bersabda : Tidak ada kuajiban
bagi orang yang beri'tikaf berpuasa kecuali ia telah mewajibkan atas dirinya
sendiri. (H. R. Baihaqi no. 8849, Hakim no. 1555 dan Daruquthni no. 2380)
B. Yang membatalkan i'tikaf :
1.
Bersetubuh
وَلاَ تُبَاشِرُوْهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُوْنَ
فِي الْمَسَاجِدِ
(tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu,
sedang kamu beri`tikaf dalam mesjid. (Q.S. 2 Al Baqarah 187)
2. Keluar dari masjid dengan tidak ada
udzur (halangan), dan boleh keluar dari masjid karena beberapa alasan yang
dibenarkan, yaitu :
a. karena udzur syar'i,
seperti melaksanakan shalat Jum’at di masjid jami'
b. karena keperluan (hajat) manusia,
seperti buang air besar, kecil, mandi janabah dan lainnya.
أَنَّ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ وَإِنْ كَانَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيُدْخِلُ عَلَىَّ
رَأْسَهُ وَهُوَ فِى الْمَسْجِدِ فَأُرَجِّلُهُ، وَكَانَ لاَ يَدْخُلُ الْبَيْتَ
إِلاَّ لِحَاجَة ، إِذَا كَانَ مُعْتَكِفًا
Bahwasanya Aisyah rah istri Nabi saw berkata : Rasulullah saw
pernah memasukkan kepala beliau kepadaku di rumah sedangkan beliau di dalam
masjid, lalu aku menyisir rambutnya dan jika beri'tikaf, beliau tidak masuk ke
rumah kecuali untuk suatu keperluan (hajat manusia). (H. R. Bukhari no. 2029, Muslim no. 711)
c. Karena sesuatu yang sangat
darurat, seperti ketika bangunan masjid runtuh, kebakaran dan lainnya.
C. Amalan-amalan yang dapat dilaksanakan selama i'tikaf :
Sesuai dengan tujuan i'tikaf yakni untuk mendekatkan diri
kepada Allah swt, maka orang yang sedang i'tikaf hendaknya memperbanyak amal
ibadah. Misalnya dengan cara : Mengerjakan shalat sunnah, membaca Al-Qur'an,
bertashbih, bertahmid, bertahlil, bertakbir, istighfar, membaca shalawat Nabi,
serta memperbanyak do'a dan tafakkur. Begitu pula dapat dengan cara melakukan
kebajikan lainnya, seperti; mempelajari tafsir, hadits, dan atau ilmu-ilmu
agama Islam lainnya. Orang yang sedang beri'tikaf hendaknya menghindari segala
hal yang tidak ada manfaatnya, baik dalam perbuatan maupun ucapan.
Syaikh
Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya menegaskan :
(مُهِمَّةٌ) قَالَ فِي الْاَنْوَارِ:
يَبْطُلُ ثَوَابُ الْاِعْتِكَافِ بِشَتْمٍ، أَوْ غِيْبَةٍ، أَوْ أَكْلِ حَرَامٍ
(Penting) Abu Yusuf berkata
di dalam Al-Anwar : Pahala i'tikaf menjadi hilang sebab memaki, ghibah atau
memakan makanan haram. (Kitab Fathul Mu'in, halaman 34)
D. Tempat pelaksanaan i’tikaf :
Di dalam Al-Qur’an surat
Al-Baqarah ayat 187 seperti tertera di atas, dijelaskan bahwa i’tikaf
dilaksanakan di masjid. Di kalangan para ulama ada perbedaan pendapat tentang
masjid yang dapat digunakan untuk pelaksanaan i’tikaf, apakah masjid jami’ atau
masjid lainnya.
Sebagian
berpendapat bahwa masjid yang dapat dipakai untuk pelaksanaan i’tikaf adalah
masjid jami', Yakni masjid yang biasa digunakan
untuk mendirikan shalat 5 waktu berjamaah dan ibadah Jum'at. Pendapat ini
mungkin tepat, jika dikaitkan bahwa i'tikaf yang dilaksanakan oleh Rasulullah
saw itu di masjidnya sendiri (masjid
Nabawi) yang termasuk dalam kategori Masjid Jami'.
Sedang pendapat yang lain mengatakan bahwa i’tikaf boleh
dilaksanakan di masjid yang biasa dipakai untuk melaksanakan shalat jama’ah 5
waktu.
Menurut hemat kami masjid yang dapat dipakai untuk melaksanakan
i’tikaf sangat diutamakan masjid jami' (masjid yang biasa digunakan untuk
melaksanakan shalat Jum’at) terutama saat i'tikaf Ramadhan (mencari Lailatul Qadar),
supaya ketika harus melaksanakan kewajiban
ibadah Jum'at misalnya, ia tak perlu lagi keluar dari masjid tempat i'tikafnya
menuiu Masiid Jami'. Dan tidak mengapa i’tikaf dilaksanakan di masjid
biasa, untuk i'tikaf bukan bulan Ramadhan.
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّهَا قَالَتِ السُّنَّةُ عَلَى الْمُعْتَكِفِ أَنْ
لاَ يَعُوْدَ مَرِيْضًا وَلاَ يَشْهَدَ جَنَازَةً وَلاَ يَمَسَّ امْرَأَةً وَلاَ
يُبَاشِرَهَا وَلاَ يَخْرُجَ لِحَاجَةٍ إِلاَّ لِمَا لاَ بُدَّ مِنْهُ وَلاَ
اعْتِكَافَ إِلاَّ بِصَوْمٍ وَلاَ اعْتِكَافَ إِلاَّ فِى مَسْجِدٍ جَامِعٍ.
Dari Aisyah
bahwasanya ia berkata : Disunnahkan bagi orang yang beri'tikaf untuk tidak
menjenguk orang sakit, tidak melawat jenazah, tidak menyentuh perempuan dan
tidak keluar masjid kecuali untuk hajat yang tidak dapat ditinggalkan. Tidak
boileh i'tikaf kecuali dengan berpuasa dan tidak boleh i'tikaf kecuali di dalam
masjid jami' (H. R. Abu Daud no. 2475, Baihaqi no. 8856)
BACA JUGA :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar