Ketika kita ziarah ke makam para Nabi, wali, ulama dan makam-makam
orang shalih, biasanya kita lihat di atas makam tersebut di bangun sebuah
kubah/cungkup, serta batu nisannya juga diselimuti sebuah kain. Termasuk makam
Nabi Muhammad saw, Abu Bakar dan umar yang ada di komplek masjid Nabawi di
Madinah
Menganai hal ini, terdapat beberapa pendapat yang berbeda. Semuanya
bertujuan untuk mengagungkan dan mensucikan Allah swt, walaupun dalam
penerapannya berbeda. Yang satu melarang dan yang lain memperbolehkannya.
Di antara ulama yang melarangnya adalah Syaikh
Dr. Mustafa Al-Khin, Syaikh Dr. Mustafa Dib Al-Bugha dan Syaikh Dr. Ali Al-Syarbaji dalam kitabnya menegaskan :
يكره كراهة
تحريم تسنيم القبور والبناء عليها على نحو الذي يفعله كثيرمن الناس اليوم.
Makruh tahrim hukumnya membentuk kuburan seperti punuk dan
membangun cungkup di atasnya seperti yang sering dilakukan banyak orang
akhir-akhir ini. (Kitab Al-Fiqh
Al-Manhaji ala Al-Madzhab Al-Imam Asy-Syafi'i , Juz I, halaman 172)
Hal ini beliau berdasarkan pada sebuah hadits:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى
عَلَيْهِ
Dari Jabir, ia berkata : Rasulullah saw telah melarang mengapur
kuburan, duduk di atasnya, dan mendirikan bangunan di atasnya. (H. R. Muslim
no. 2289)
Dan ulama-ulama yang lain memperbolehkan jika bertujuan supaya
masyarakat bisa menghormati para Nabi, wali, ulama dan makam-makam orang shaleh
tersebut.
Sayyid
Bakri Syatha Ad-Dimyathi dalam kitabnya menegaskan :
وَقَالَ الْبُجَيْرِمِيُّ:
وَاسْتَثْنَى بَعْضُهُمْ قُبُوْرَ الْاَنْبِيَاءِ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ
وَنَحْوِهِمْ. بَرْمَاوِي. وَعِبَارَةُ الرَّحْمَانِيِّ. نَعَمْ، قُبُوْرَ الصَّالِحِيْنَ
يُجُوْزُ بِنَاؤُهَا وَلَوْ بِقُبَّةٍ لِاِحْيَاءِ الزِّيَارَةِ وَالتَّبَرُّكِ. قَالَ
الْحَلَبِيُّ: وَلَوْ فِي مُسَبَّلَةٍ، وَأَفْتَى بِهِ، وَقَدْ أَمَرَ بِهِ الشَّيْخُ
الزَّيَادِيُّ مَعَ وِلَايَتِهِ
Dan berkata Imam Al-Bujayrimiy : Sebagian ulama mengecualikan
keberadaan bangunan kuburan pada kuburan para Nabi, orang-orang yang mati
syahid, orang-orang shalih, dan semisalnya. Demikian ungkapan imam Barmawi.
Sedangkan keterangan yang dikemukakan oleh imam Rahmani bunyinya : Ya benar.
Kuburan orang-orang shalih, hukumnya boleh mendirikan bangunan di atasnya
walaupun dengan kubah, untuk menghidupkan ziarah kubur dan mendapatkan berkah.
Imam Halabi berkata : Sekalipun di tanah milik umum, dan ia telah menfatwakan.
Syaikh Zayadi memerintahkannya, padahal beliau seorang ulama yang telah
mencapai derajat wali. (kitab I'anatuth Thalibin, Juz II, halaman 137)
Syaikh
Zakariya Al-Anshari dalam kitabnya menegaskan :
وَتَصِحُّ مِنْ مُسْلِمٍ وَكَافِرٍ بِعِمَارَةِ الْمَسَاجِدِ لِمَا فِيْهَا
مِنْ إقَامَةِ الشَّعَائِرِ وَقُبُوْرِ الْأَنْبِيَاءِ وَالْعُلَمَاءِ
وَالصَّالِحِيْنَ لِمَا فِيْهَا مِنْ إحْيَاءِ الزِّيَارَةِ وَالتَّبَرُّكِ بِهَا.
قَالَ صَاحِبُ الذَّخَائِر وَلَعَلَّ
الْمُرَادَ أَنْ يُبْنَى عَلَى قُبُوْرِهِمِ الْقِبَابُ وَالْقَنَاطِرُ كَمَا
يُفْعَلُ في الْمَشَاهِدِ إذَا كَانَ فِي الدَّفْنِ فِي مَوَاضِعَ مَمْلُوْكَةٍ لَهُمْ
أَوْ لِمَنْ دَفَنَهُمْ فِيْهَا لَا بِنَاءُ الْقُبُوْرِ نَفْسِهَا لِلنَّهْيِ عَنْهُ
وَلَا فِعْلُهُ فِي الْمَقَابِرِ الْمُسَبَّلَةِ فَإِنَّ فَيْهِ تَضْيِيْقًا عَلَى
الْمُسْلِمِيْنَ
Sah wasiat membangun masjid baik dari orang muslim atau kafir
karena termasuk dari bagian untuk menjunjung syiar-syiar Islam. Termasuk juga
makam para nabi, wali dan orang-orang shalih karena termasuk menghidupkan
ziarah dan tabarruk di kuburan tersebut. Pengarang kitab Dzakha’ir berkomentar
: Mungkin maksudnya boleh membangun kubah, bangunan tinggi seperti yang
dilakukan di tempat-tempat terhormat dan bersejarah itu baik adalah jika mayit
dikuburkan di tanah milik pribadi dan bukan kuburan musabbal (yaitu sebidang tanah yang disediakan oleh penduduk suatu negeri
untuk mengubur mayat).
Sebab, hal tersebut dapat menjadikan sempit bagi muslim yang akan dimakamkan di
situ.
(Kitab Asna Al-Mathalib Syarh Rawdh Al-Thalib, Juz III, halaman 30)
Syaikh Ismail Haqqi
Al-Barausawi dalam kitabnya
menegaskan :
قال الشيخ
عبد الغنى النابلسى فى كشف النور عن اصحاب القبور ما خلاصته ان البدعة الحسنة الموافقة لمقصود الشرع تسمى
سنة فبناء القباب على قبور العلماء والاولياء والصلحاء ووضع الستور والعمائم
والثياب على قبورهم امر جائز اذا كان القصد بذلك التعظيم فى اعين العامة حتى لا
يحتقروا صاحب هذا القبر كذا يقاد القناديل والشمع عند قبور الاولياء والصلحاء من
باب التعظيم والاجلال ايضا للاولياء فالمقصد فيها مقصد حسن
Syaikh Abdul Ghani An-Nabulusi
berkata dalam kitab Kasyf An-Nur 'An Ashhab Al-Qubur Sesungguhnya bid’ah hasanah yang sesuai dengan tujuan syara’
dinamakan sunnah. Oleh sebab itu, membangun cungkup diatas kuburan para ulama,
auliya dan orang-orang sholih, juga memasang tabir, surban, dan pakaian di atas
kuburan mereka adalah diperbolehkan, jika bermaksud untuk penghormatan di mata
orang-orang awam. Demikian juga boleh menyalakan lampu dan lilin (atau listrik
di zaman ini) di dekat kuburan auliya dan orang-orang sholih. Sebab hal ini
merupakan penghormatan dan pengagungan terhadap para wali Allah swt. Maka
tujuan tersebut adalah baik. (Kitab
Tafsir Haqqi (Ruh Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur'an), juz V, halaman 6)
Dalam Al-Qur'an
disebutkan :
ذٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللهِ
فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوْبِ
Demikianlah (perintah Allah). Dan barang
siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari
ketakwaan hati. (Q.S. 22 Al Hajj 32)
Sayyid Abdul Ghani An-Nabulusi menafsirkan ayat di atas dalam
kitabnya :
وشعا ئرالله هي الاشياء الّتي تعشر أن
تعلم به تعالى كالعلماء والصّالحين احياء وامواتا ونحوهم.
Yang dimaksud dengan syi’ar Allah swt adalah segala sesuatu yang
dapat dijadikan sebagai tanda atau penunjuk kebesaran Allah swt. Seperti ulama,
orang shoih, di waktu hidupnya ataupun ketika telah meninggal dunia, dan
semisal mereka. (Kitab
Kasyf An-Nur 'An Ashhab Al-Qubur, halaman 13)
Ternyata
membangun kubah sudah menjadi kebiasaan dan sudah ada sejak masa para sahabat
Nabi saw sendiri (salafush shaih). Yang pertama kali membangun kubah di atas
kuburan adalah Sayyidina Umar bin Khaththab ra. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Imam Malik.
Syaikh
Ibnu Baththal Al-Qurthubi dalam kitabnya menegaskan :
قَالَ
مَالِكٌ: أَوَّلُ مَنْ ضَرَبَ عَلَى قَبْرٍ فُسْطَاطًا عُمَرُ، ضَرَبَ عَلَى
قَبْرِ زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ زَوْجِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
(Imam) Malik berkata : Orang yang pertama kali membangun kubah di
atas kuburan adalah Umar. Ia membangun kubah di atas makam Zainab binti Jahsy,
istri Nabi Saw. (Kitab Syarh Shahih Al-Bukhari li Ibni Bathtal, Juz V, halaman
346)
Dalam
sebuah hadits yang terdapat dalam mushanaf Abdur Razaq, Muhammad bin Ibrahim
bin Harits At-Taimi, salah seorang ulama Madinah berkata :
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ بْنِ الْحاَرِثِ التَّيْمِيِّ قَالَ
أَوَّلَ فُسْطَاطٍ ضُرِبَ عَلَى قَبْرِ أَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ لَعَلَي قَبْرِ
زَيْنَبَ بِنْتِ جَحْشٍ وَكَانَ يَوْمًا حَارًّا
Dari Muhammad bin Ibrahim bin Harits At-Taimi ia berkata : Kubah
yang pertama kali dibangun di atas kubur salah seorang kaum muslimin adalah
dibangun di atas kubur Zainab binti Jahsyi, pada musim panas. (H. R. Abdur
Razaq no. 6207)
Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa memasang kain
di batu nisan atau membuat kubah di kuburan, khususnya pada makam para Nabi, wali,
ulama dan makam-makam orang shaleh tidak dilarang. Apalagi kubah/cungkup
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk membaca Al-Qur’an, berdzikir,
dan berdo’a kepada Allah swt menghidupkan ziarah kubur dan tabarruk di
kuburan tersebut. tentu semua itu sangat dianjurkan.
BACA JUGA :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar