عَنْ أَنَسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ قَدِمَ عَلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَفَرٌ مِنْ عُكْلٍ، فَأَسْلَمُوْا فَاجْتَوَوُا الْمَدِيْنَةَ،
فَأَمَرَهُمْ أَنْ يَأْتُوْا إِبِلَ الصَّدَقَةِ، فَيَشْرَبُوْا مِنْ أَبْوَالِهَا
وَأَلْبَانِهَا، فَفَعَلُوْا فَصَحُّوْا، فَارْتَدُّوْا وَقَتَلُوْا رُعَاتَهَا
وَاسْتَاقُوْا، فَبَعَثَ فِى آثَارِهِمْ فَأُتِىَ بِهِمْ ، فَقَطَعَ أَيْدِيَهُمْ
وَأَرْجُلَهُمْ وَسَمَلَ أَعْيُنَهُمْ، ثُمَّ لَمْ يَحْسِمْهُمْ حَتَّى مَاتُوْا
Dari Anas ra mengatakan, beberapa orang dari kabilah Ukli (menurut
riwayat Muslim : atau Urainah) menemui Nabi saw menyatakan ke-Islamannya,
tetapi mereka tidak cocok dengan iklim Madinah sehingga Nabi memerintahkan
mereka untuk mendatangi unta-unta sedekah untuk meminum air kencingnya dan
susunya. Mereka melakukan perintah tersebut dan mereka pun sembuh. Namun mereka
murtad dan membunuh penggembalanya, merampok unta-untanya. Maka Nabi mengutus
(pasukan) untuk meyusuri jejak mereka sehingga mereka bisa ditangkap. Kemudian
Nabi memotong tangan dan kaki mereka serta mencongkel mata mereka, dan Nabi
tidak menghentikan penghukuman terhadap mereka hingga mereka tewas. (H. R. Bukhari
no. 6802, Muslim no. 4447)
Mengenai
kehalalan air kencing unta, di kalangan para ulama masih ada perbedaan
pendapat.
Syaikh
Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya menegaskan :
ثانيًا ـ النجاسات المختلف فيها: اختلف الفقهاء في حكم نجاسة بعض
الأشياء:
Jenis kedua adalah najis yang masih menjadi
perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ahli fikih berbeda pendapat perihal
status najis sejumlah benda ini... (Kitab Al-Fiqhul Islami wa
Adillatuhu, Juz I, halaman 262)
بول الحيوان المأكول اللحم وفضلاته ورجيعه : هناك اتجاهان فقهيان:
أحدهما القول بالطهارة، والآخر القول بالنجاسة، الأول للمالكية والحنابلة، والثاني
للحنفية والشافعية.
Salah satunya adalah air kencing, kotoran, dan zat
sisa tubuh hewan yang boleh dimakan. Di sini pandangan ulama fikih terbelah
menjadi dua. Satu pandangan menyatakan suci. Sementara pandangan lainya
menyatakan najis. Pandangan pertama dianut oleh madzhab Maliki dan Hanbali.
Sedangkan pandangan kedua diwakili oleh madzhab Hanafi dan madzhab Syafi‘i. (Kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Juz
I, halaman 268)
Adapun Madzhab Hanafi dan Madzhab Syafi’i memandang status
kotoran dan air kencing unta adalah najis sehingga keduanya memasukkan kotoran
dan air kencing unta ke dalam kategori benda yang haram dikonsumsi. Mereka
mendasarkan pandangannya pada hadits Rasulullah saw yang menyatakan bahwa
kotoran hewan itu najis. Sedangkan kedua madzhab ini memahami hadits perihal
masyarakat Uraiyin sebagai izin darurat Rasulullah untuk kepentingan pengobatan
وقال الشافعية والحنفية (1) : البول والقيء والروث من الحيوان أو
الإنسان مطلقاً نجس، لأمره صلّى الله عليه وسلم بصب الماء على بول الأعرابي في
المسجد (2) ، ولقوله صلّى الله عليه وسلم في حديث القبرين: «أما أحدهما فكان لا
يستنزه من البول» (3) ، ولقوله صلّى الله عليه وسلم السابق: «استنزهوا من البول»
وللحديث السابق: «أنه صلّى الله عليه وسلم لما جيء له بحجرين وروثة ليستنجي بها،
أخذ الحجرين ورد الروثة، وقال: هذا ركس، والركس: النجس» . والقيء وإن لم يتغير وهو
الخارج من المعدة: نجس؛ لأنه من الفضلات المستحيلة كالبول. ومثله البلغم الصاعد من
المعدة، نجس أيضاً، بخلاف النازل من الرأس أو من أقصى الحلق والصدر، فإنه طاهر. وأما
حديث العرنيين وأمره عليه السلام لهم بشرب أبوال الإبل، فكان للتداوي، والتداوي
بالنجس جائز عند فقد الطاهر الذي يقوم مقامه
Madzhab Syafi’i dan Hanafi berpendapat bahwa air
kencing, muntah, dan kotoran baik hewan maupun manusia mutlak najis sesuai
perintah Rasulullah saw untuk membasuh air kencing Arab badui di masjid, sabda
Rasulullah saw perihal ahli kubur, salah satunya tidak bersuci dari air kencing,
sabda Rasulullah saw sebelumnya, Bersucilah dari air kencing, dan hadits
sebelumnya bahwa Rasulullah saw, ketika dua buah batu dan sepotong kotoran
binatang yang mengering dihadirkan di hadapannya untuk digunakan
istinja–mengambil kedua batu, dan menolak kotoran. Ini adalah najis, kata
Rasulullah saw. Sementara muntah–sekalipun tidak berubah bentuk adalah sesuatu
yang keluar dari dalam perut–adalah najis karena ia termasuk sisa tubuh yang
‘berubah’ seperti air kencing. Hal ini sama najisnya dengan lender yang keluar
dari dalam perut. Lain soal dengan lendir yang turun dari kepala, pangkal
tenggorokan atau dada. Lendir ini suci. Sedangkan terkait perintah Rasulullah
kepada warga Uraniyin untuk meminum air kencing unta, maka ini berlaku untuk
pengobatan. Pengobatan dengan menggunakan benda najis boleh ketika obat dari
benda suci tidak ditemukan dan benda najis dapat menggantikannya. (Kitab Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, Juz
I, halaman 270)
Dalam
hadits disebutkan bahwa kotoran hewan adalah najis :
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ
الْأَسْوَدِ عَنْ أَبِيْهِ أَنَّهُ سَمِعَ عَبْدَ اللهِ يَقُوْلُ أَتَى النَّبِىُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْغَائِطَ، فَأَمَرَنِى أَنْ آتِيَهُ بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ،
فَوَجَدْتُ حَجَرَيْنِ، وَالْتَمَسْتُ الثَّالِثَ فَلَمْ أَجِدْهُ، فَأَخَذْتُ
رَوْثَةً، فَأَتَيْتُهُ بِهَا، فَأَخَذَ الْحَجَرَيْنِ وَأَلْقَى الرَّوْثَةَ
وَقَالَ هَذَا رِكْسٌ
Dari Abdurrahman bin Aswad dari bapaknya bahwa ia mendengar Abdullah
berkata : Nabi saw pergi ke WC, lalu beliau memerintahkan aku membawakan tiga
buah batu. Aku hanya mendapatkan dua batu, lalu aku mencari batu yang ketiga,
namun aku tidak mendapatkannya hingga aku pun mengambil kotoran hewan yang
sudah kering. Kemudian semua itu aku bahwa ke hadapan Nabi. Namun beliau hanya
mengambil dua batu dan membuang kotoran hewan yang telah kering tersebut seraya
bersabda : Ini najis.(H. R. Bukhari no. 156)
Nabi
saw melarang menggunakan obat dari barang yang najis dan yang haram, dalam
hadits disebutkan :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ نَهَى رَسُولُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنِ الدَّوَاءِ الْخَبِيْثِ
Dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah saw melarang dari obat
yang khobits (yang haram atau kotor). (H. R. Abu Daud no. 3872, Tirmidzi no. 2181 dan lainnya)
عَنْ أَبِى الدَّرْدَاءِ قَالَ قَالَ رَسُولُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ الدَّاءَ وَالدَّوَاءَ وَجَعَلَ
لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءً فَتَدَاوَوْا وَلاَ تَدَاوَوْا بِحَرَامٍ
Dari Abu Darda' ia berkata, Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya Allah
telah menurunkan penyakit dan juga obatnya. Allah menjadikan setiap penyakit
ada obatnya. Maka berobatlah, namun jangan berobat dengan yang haram (H. R. Abu Daud no. 3876, Baihaqi no.
20173)
Meminum air kencing unta dapat dibenarkan untuk kepentingan
pengobatan dengan catatan, pertama tidak ada lagi obat lain selain air kecing
unta, kedua air kencing unta terbukti secara klinis mutakhir merupakan obat
atas penyakit tersebut. Artinya, pertimbangan ilmu pengetahuan medis paling
mutakhir perlu menjadi pertimbangan utama dalam hal ini. Jangan sampai justru
mendatangkan bakteri, membuat mudharat baru secara medis, atau tidak memberikan
efek positif apapun sementara kotoran binatang itu terlanjur masuk ke tubuh
kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar