Seorang wanita yang hamil karena ditinggal suaminya
baik dicerai atau meininggal dunia, maka wanita tersebut tidak boleh dinikahi
kerena harus menjalani masa iddah sampai bayinya lahir.
وَأُوْلَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ
Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu
iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. (Q.S. 65 Ath
Thalaaq 4)
Sedangkan seorang wanita yang telah berbuat
zina dan hamil dari perbutannya tersebut, kemudian ia menikah dengan laki-laki
yang menghamilinya, maka mayorits fuqoha berpendapat boleh dan sah pernikahan
mereka.
Syaikh Sulaiman bin Muhammad bin Umar
Al-Bujairami dalam kitabnya menegaskan :
لَوْ نَكَحَ حَامِلًا مِنْ زِنًا صَحَّ نِكَاحُهُ قَطْعًا وَجَازَ
لَهُ الْوَطْءُ قَبْلَ الْوَضْعِ عَلَى الْأَصَحِّ
Kalau seorang pria menikahi perempuan yang tengah hamil karena
zina, maka akad nikahnya secara qath’i sah. Menurut pendapat yang lebih shahih,
ia juga tetap boleh menyetubuhi istrinya selama masa kehamilan." (Kitab
Tuhfah Al-Habib 'Ala
Syarh Al-Khathib atau lebih masyhur dengan sebutan Hasyiyah Al-Bujairami 'Alal
Khathib, Juz XI, halaman 228)
Syaikh Abdurrahman bin Muhammad Ba’lawi dalam
kitabnya menegaskan :
يجوز نكاح
الحامل من الزنا سواء الزاني وغيره ووطؤها حينئذ مع الكراهة
Boleh menikahi wanita hamil dari zina, baik oleh
laki-laki yang berzina dengannya atau orang lain, dan boleh menyetubuhi
waktu itu dengan hukum makruh. (KItab Bughyatul -Mustarsyidin, halaman 418)
عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يُحَرِّمُ الْحَرَامُ الْحَلاَلَ
Dari Ibnu Umar,dari
Nabi saw bersabda : Perkara yang haram tidak bisa menjadikan haram perkara yang
halal. (H. R. Ibnu Majah no. 2093 dan Baihaqi no. 14339)
Apabila sebelum berzina, wanita tersebut boleh dinikahi,
maka setelah berzina juga tetap boleh, karena suatu keharaman (zina) tidak
dapat menjadikan sesuatu yag halal (nikah) menjadi haram.
Dari penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa menikahi wanita yang sedang hamil hukumnya boleh dan sah. Tapi, meski menikahi wanita yang hamil dari hasil perzinaan hukumnya sah, namun hukumnya makruh jika dinikahi sebelum wanita tersebut melahirkan.
Shaikh Abdurrahman Al-Jaziri dalam
kitabnya menegaskan :
أمَّ وَطْءُ الزِّنَا
فَإِنَّهُ لاَ عِدَّةَ فِيْهِ وَيَحِلُّ التَّزْوِيْجُ بِالحَامِلِ
مِنَ الزِّنَا وَوَطْءُهَا وَهِيَ حَامِلٌ عَلَى الأصَحِّ
(Menurut
madzhab Syafi'i) : Adapun wathi zina (hubungan seksual di luar nikah),
maka sama sekali tidak ada iddah padanya. Halal mengawini wanita yang
hamil dari zina dan menyetubuhinya sedangakan di dalam keadaan hamil menurut
pendapat yang lebih kuat. (Kitab Al-Fiqhu 'Alal Madzahibil Arba'ah, Juz IV,
halaman 245)
Madzhab Hanafi dan Syafi'i sepakat
dibolehkannya yang menikahi wanita hamil dari perbutan zina itu orang lain
(bukan yang menghamilinya). Sedangkan madzhab Maliki dan Hanbali tidak
memperbolehkannya, kecuali yang menikahi itu hanya orang yang menghamilinya
BACA
JUGA :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar