Manusia dilahirkan dalam keadaan
telanjang, saat hidupnya memakai bermacam-macam pakaian serta asesorisnya, dan
saat meninggal dia hanya memakai kain putih yang dinamakan kain kafan. Dalam
hadits disebutkan :
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَسُوْا مِنْ ثِيَابِكُمُ الْبَيَاضَ فَإِنَّهَا مِنْ
خَيْرِ ثِيَابِكُمْ وَكَفِّنُوْا فِيْهَا مَوْتَاكُمْ
Dari Ibnu
Abbas, ia berkata, Rasulullah saw bersabda : Pakailah pakaianmu yang putih,
karena itu sebaik-baik pakaianmu, dan kafanilah orang-orang yang meninggal
dengan pakain itu (warna putih). (H. R. Ahmad no. 2257, Abu Daud no. 3880 dan
lainnya).
Syaikh
Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya menegaskan :
وَأَكْمَلُهُ لِلذَّكَرِ ثَلَاثَةٌ يَعُمُّ كُلٌّ مِنْهَا الْبَدَنَ،
وَجَازَ أَنْ يُزَادَ تَحْتَهَا قَمِيْصٌ وَعِمَامَةٌ، وَلِلْاُنْثَى إِزَارٌ، فَقَمِيْصٌ،
فَخِمَارٌ فَلَفَافِتَانِ
Paling sempurna, kafan bagi jenazah lelaki adalah tiga lapis yang
masing-masingnya menutup seluruh tubuh, dan masih boleh ditambah di dalamnya
baju kurung dan sorban. Sedang untuk jenazah wanita adalah kain penyarung, baju
kurung, kerudung kepala lalu dua lapis kain. (Kitab Fathul Mu'in, Halaman 71).
Imam
Ramli dalam kitabnya menegaskan :
( وَيُوضَعُ الْمَيِّتُ فَوْقَهَا ) أَيْ
اللَّفَائِفِ بِرِفْقٍ ( مُسْتَلْقِيًا ) عَلَى قَفَاهُ وَيُجْعَلُ يَدَاهُ عَلَى
صَدْرِهِ يُمْنَاهُ عَلَى يُسْرَاهُ أَوْ يُرْسَلَانِ فِي جَنْبِهِ ، أَيَّمَا
فَعَلَ مِنْهُمَا فَحَسَنٌ
Mayat diletakkan di atasnya, yaitu di atas kain kafan dalam keadaan
terlentang, bertumpu pada tengkuknya, dan hendaknya kedua tangan mayat
diletakkan di atas dadanya, yg kanan di atas yg kiri atau -boleh juga- kedua
tangannya diirsalkan maksudnya dijulurkan- di sisi badannya, mana saja yang
dilakukan dari keduanya, maka itu baik. (Kitab Nihayah Al-Muhtaj ila Syarh
Al-Minhaj, Juz VIII, halaman 126)
Imam
Syamsuddin Muhammad bin Abu Al-Abbas Ahmad Al-Ramli dalam kitabnya menegaskan :
ويشد
بشداد خوف الانتشار عند الحمل فإذا وضع في قبره نزع الشداد
Dan kain kafannya diikat dengan ikatan
agar tidak berserakan saat janazah diusung, saat diletakkan dalam kubur
ikatannya dilepas. (Kitab Ghayah Al-Bayan fi Syarh Zubad Ibn Ruslan Juz I,
halaman 276)
Syaikh
Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitabnya menegaskan :
( وَيُشَدُّ ) فِي غَيْرِ الْمُحْرِمِ
بِشَدَّادٍ وَيُعَرَّضُ بِعَرْضِ ثَدْيَيِ الْمَرْأَةِ وَصَدْرِهَا لِئَلَّا
يَنْتَشِرَ عِنْدَ الْحَرَكَةِ وَالْحَمْلِ ( فَإِذَا وُضِعَ فِي قَبْرِهِ نُزِعَ
الشَّدَّادُ ) لِزَوَالِ مُقْتَضِيْهِ وَلِكَرَاهَةِ بَقَاءِ شَيْءٍ مَعْقُوْدٍ
مَعَهُ فِيْهِ
Dan kain kafannya diikat dengan ikatan, kecuali
bagi mayit yang sedang ihram, dan dibentangkan melintang pada dua payudara dan
dada janazah wanita, agar tidak berserakan saat janazah dibawa bergerak dan
diusung, saat diletakkan dalam kubur ikatannya dilepas, karena sudah hilang
fungsinya dan karena makruhnya membiarkan sesuatu yang masih terikat ada pada
janazah dalam kuburnya. (Kitab Tuhfah Al-Muhtaj fi Syarh Al-Minhaj, Juz XI,
halaman 22)
Sebagai
kesimpulan, bahwa Ikatan pada kain kafan jenazah diperlukan supaya kain kafan tidak
terlepas dari jasad jenazah saat diusung, mengenai jumlah ikatan pada kain
kafan, maka disesuaikan dengan kebutuhan.
BACA JUGA :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar