Hukumnya orang menyentuh imam ialah boleh (mubah), akan tetapi
apabila mendatangkan keterkejutan imam yang sangat maka hukumnya haram. Ketika
imam terkejut sedikit atau menjadikan sangkaan orang bahwa menyentuh imam
itu sunah atau wajib, maka hukumnya itu makruh. Apabila yakin atas
ketidakterkjutan imam, bahkan dia menyangka dapat mengingatkan imam supaya niat
menjadi imam, maka hukumnya baik (mustahab).
Salah satu hal yang lazim dilakukan dalam
shalat sehubungan dengan proses jamaah adalah menjadikan seseorang sebagai imam
dengan cara menepuk pundaknya di tengah-tengah shalat. Secara fiqih hal ini
dibolehkan (mubah), bahkan disunnahkan jika tepukan itu memberi tanda bahwa
yang bersangkutan telah didaulat menjdi imam.
Syaikh
Zainuddin Al-Malibari dalam kitabnya mengatakan :
(وَنِيَّةُ
إِمَامَةٍ) أَوْ جَمَاعَةٍ (سُنَّةٌ لِإِمَامٍ فِيْ غَيْرِ جُمُعَةٍ) لِيَنَالَ
فَضْلَ جَمَاعَةِ.
Niat menjadi imam atau berjama’ah bagi imam adalah sunah, di luar
shalat jum’ah, karena untuk mendapatkan keutamaan berjama’ah. (Kitab fathul mu'in
Juz II, halaman 25)
وَإِنْ نَوَاهُ فِيْ الأَثْنَاءِ حَصَلَ لَهُ
الفَضْلُ مِنْ حِيْنَئِدٍ, أَمَّا فِيْ الجُمُعَةِ فَتَلْزَمُهُ مَعَ التَحَرُّمِ.
Seandainya ia
niat berjama’ah di tengah mengerjakan shalat maka ia mendapatkan keutamaan itu.
Adapun dalam shalat jum’ah wajib baginya niat berjama’ah saat takbiratul ihram. (Kitab fathul mu'in
Juz II, halaman 26).
Dalil di atas
menunjukkan kesunnahan niat sebagai imam walaupun niatnya baru ada di tengah
shalat. Karena bagaimanapun juga shalat Jama’ah jauh lebih utama dari pada
shalat sendirian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar